Definsi Puasa
Puasa secara bahasa bermakna “ الإمساك
“ Yang artinya “Menahan”
Sehingga orang yang diam dari berbicara juga dinamakan orang
berpuasa karena dia menahan dari berbicara
Allah berfirman:
إِنِّي نَذَرْتُ لِلرَّحْمَنِ
صَوْمًا فَلَنْ أُكَلِّمَ الْيَوْمَ إِنْسِيًّا
"Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan
yang Maha pemurah, Maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada
hari ini".( Qs Maryam 26 )
Kata-kata tersebut Allah perintahkan kepada Maryam untuk
diucapkan.
Secara istilah:
الإمساك بنية عن المفطرات
الحسية و المعنوية من طلوع الفجر الثاني إلى غروب الشمس
Menahan dengan didasari niat dari perkara – perkara yang
membatalkan baik hissiyyah maupun maknawiyyah dari mulai terbit fajar kedua
sampai tenggelam matahari
Hissiyyah seperti makan dan minum, adapun maknawiyah seperti
berkata dusta, berkata kotor, ghibah ( membicarakan aib orang lain ) dan
namimah ( mengadu domba )
Dalil disyariatkannya puasa Ramadhan
Syariat puasa Ramadhan ditunjukan oleh al-Qur’an , al- Hadits
dan Ijma’ ( Kesepakatan ) kaum muslimin
Dari al-qur’an Allah berfirman:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ
لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa ( Qs
al-Baqoroh 183 )
Sampai pada FirmanNya
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي
أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
فَمَنْ شَهِدَ مِنْكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْه,
(Beberapa hari yang
ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan
(permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan
mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). karena
itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan
itu, Maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu ( Qs al-Baqoroh 185 )
Dari Hadits:
Beliau menerangkan bahwa Islam dibangun diatas lima pilar kemudian beliau menyebutkan
diantaranya صوم رمضان “ Puasa Bulan Ramadhan ” ( HR Bukhari dan
Muslim dari hadits Ibn Umar )
Adapun dari ijma’( Kesepakatan ): Kaum muslimin telah
bersepakat akan kewajibannya dan bahwa siapa yang mengingkarinya maka dia
kafir.
Hukum Puasa Ramadhan
Dari keterangan-keterangan diatas,jelas bahwa puasa ramadhan
adalah Wajib dan ia merupakan Rukun islam yang kelima yang barang siapa
menginkarinya sungguh telah Kafir keluar dari islam
Keutamaan Puasa Ramadhan
Keutamaan Puasa secara umum
Secara umum puasa memiliki banyak keutamaan sebagaimana
disebutkan dalam banyak hadits, diantara keutamaan puasa adalah sebagaimana
yang di tunjukan oleh Hadits Sahl bin Sa’d bahwa Nabi bersabda:
إن في الجنة بابا يقال
له الريان يدخل منه الصائمون يوم القيامة لا يدخل منه أحد غيرهم يقال: أين الصائمون؟
فيقومون لا يدخل منه أحد غيرهم, فإذا دخلوا أغلق فلم يدخل منه أحد
“ Sesungguhnya di sorga ada satu pintu yang disebut
ar-rayyan, orang-orang yang gemar berpuasa masuk melalui pintu itu dihari
kiamat, tidaklah seorangpun selain mereka yang masuk melalui pintu itu.
Dikatakan kepada mereka” Dimanakah orang-orang yang gemar berpuasa?” Maka mereka berdiri, tidaklah seorangpun
selain mereka yang masuk melalui pintu itu, lalu apabila mereka semua sudah
masuk sorga melalui pintu itu, ditutuplah dan tidaklah seorangpun masuk melalui
pintu itu ( HR Bukhari dan Muslim )
Keutamaan Bulan Ramadhan
Adapun keutamaan bulan ramadhan secara khusus adalah
diantaranya
Dibukalah pintu-pintu langit, ditutuplah pintu-pintu neraka
jahannam dan dirantailah setan-setan sebagaimana dalam sebuah hadits dari Abu
Hurairah:
إذا دخل شهر رمضان،
فتحت أبواب السماء، وغلقت أبواب جهنم، وسلسلت الشياطين
“ Apabila masuk bulan ramadhan dibukalah pintu-pintu langit,
dan ditutuplah pintu-pintu neraka jahannam dan dirantailah para setan “ ( HR
Bukhari dan Muslim )
Keutamaan Puasa Ramadhan
Adapun keutamaan puasa ramadhan secara khusus sebagaimana
dalam hadits berikut ini
من صام رمضان إيمانا
و احتسابا غفر له ما تقدم من ذنبه
قال أبو حاتم بن حبان:
(( إيمانا )) يريد إيمانا بفرضه، و (( إحتسابا )) يريد به مخلصا به
“ Barang siapa yang berpuasa ramadhan karena didasari
keimanan terhadapnya dan didasari keikhlasan, diampunilah dosa-dosa yang telah
lalu” ( HR Bukhari dan Ibnu Majah )
Tata Cara menentukan awal bulan ramadhan
Secara umum menentukan bulan qomariyah adalah dengan
mengunakan rukyatulhilal atau melihat hilal ( Bulan sabit ) demikian juga dalam
hal penentuan awal ramadhan, bahkan secara khusus Nabi memerintahkan kita
berpuasa kalau hilal sudah terlihat
إذا رأيتموه فصوموا،
وإذا رأيتموه فأفطروا فإن غم عليكم فاقدرواله
“ Apabila kalian melihatnya ( hilal ) maka berpuasalah dan
apabila kalian melihatnya maka berbukalah ( ber ‘Idul fitrilah ) dan apabila
terhalangi maka genapkanlah tiga puluh hari” ( HR Bukhari dan Muslim )
Dalam hadits ini dan hadits-hadits yang lain rasulullah
menyandarkan masuknya ramadhan dan syawal kepada rukyah atau melihat bulan
bukan mengunakan penghitungan hisab, apabila bulan terlihat pada sore hari
tanggal 29 Sya’ban maka berarti besoknya sudah tanggal 1 ramadhan, dan apabila
tidak kelihatan karena mendung atau semisalnya maka digenapkan 30 hari sehingga
esok harinya masih bulan sya’ban tanggal 30.
Rukyah hilal ramadhan ditetapkan dengan persaksian satu
orang yang adil (Orang yang senantiasa menjalankan kewajiban dan menjauhi dosa
besar serta tidak terus menerus diatas dosa-dosa kecil) sementara rukyah syawal
harus dipersaksikan dua orang yang adil
صوموا لرأيته و أفطروا
لرأيته، و انسكوا لها، فإن غم عليكم فأكملوا ثلاثين، فإن شهد شاهدان فصوموا وأفطروا
“ Berpuasalah karena melihatnya ( hilal ) dan berbukalah
karena melihatnya, dan beridul adhalah karena melihatnya. Kalau terhalangi atas
kalian maka sempurnakanlah menjadi tiga puluh hari. Dan jika ada dua orang
saksi bersaksi maka berpuasalah dan berbukalah” ( HR an-Nasa’i dan Ahmad )
Dalam hadits diatas nabi menerangkan bahawa bulan ramadhan
dan syawal serta Dzul hijjah masuk dengan persaksian dua orang saksi, hanya
saja disana ada hadits yang menerangkan bahwa untuk bulan ramadhan cukup
seorang saksi. Sehingga keluarlah hukum terkait ramadan dengan cukup seorang
saksi karena ada dalil lain yang menunjukannya dan tetaplah hukum idul fitri
atau satu syawal atau Dzulhijjah dalam hadits ini dikarenakan tidak adanya
dalil yang menerangkan kebolehan satu saksi saja dalam penentuan keduanya (
Dzulhijjah dan Syawal ).
Hadits yang menerangkan bolenya atau cukupnya persaksian
satu orang dalam penentuan ramadhan adalah hadits Ibnu Umar
تراءى الناس الهلال،
فرأيته، فأخبرت رسول الله فصام و أمر الناس بصيامه
“ Orang-orang saling berusaha melihat hilal, lalu aku
melihatnya, maka aku khabarkan kepada rasulullah lantas beliau puasa dan
memerintahkan orang-orang untuk berpuasa” ( HR Abu Dawud dll )
Dalam hal ini tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan
menurut pendapat yang terkuat dari dua pendapat ulama’
Puasa Mengikuti Ketentuan/Ketetapan Pemerintah
Terkait kepada siapakah kita mengikuti dalam hal penentuan
awal ramadhan dan awal syawal ( ber’idulfithri ) ? Maka kami katakan hendaknya
seseorang mengikuti ketentuan pemerintahnya sepanjang pemerintah mengunakan
metode yang syar’i dalam menentukannya yaitu dengan rukyatul hilang hal ini
agar nampak adanya persatuan kaum muslimin walaupun menurut pendapat yang lebih kuat apabila ada satu negara yang melihat dan
menentukan puasa atau i’ed maka wajib
bagi negara yang lainnya untuk mengikuti,
Hanya saja sepanjang negara-negara islam belum bersatu dan masing-masing
mengikuti madzhab bahwa setiap negara dengan rukyahnya masing-masing maka kita
sebagai warga negara hendaknya mengikuti ketetapan pemerintah agar nampak
persatuan kaum muslim.
Siapakah yang Wajib Puasa?
Pada keteragan diatas diterangkan bahwa puasa ramadhan
adalah satu rukun dari rukun islam dan merupakan satu kewajiban yang sangat
diketahui dalam agama ini. Adapun mereka yang wajib untuk berpuasa adalah
1. Muslim
2. Berakal
3. Baligh
4. Sehat
5. Mukim atau
tidak sedang bepergian jauh ( bukan musafir )
6. Seorang
perempuan sedang tidak haidh dan nifas
Sehingga seorang kafir tidak wajib berpuasa ramadhan,
demikian juga seorang yang gila, belum baligh, sedang sakit, sedang bepergian
jauh atau seorang perempuan yang sedang haidh atau nifas.
Dalil yang menunjukan tidak wajibnya bagi orang gila dan
anak yang belum baligh adalah hadits:
رفع القلم عن الثلاثة:
عن المجنون حتى يفيق, وعن النائم حتى يستيقظ, وعن الصبي حتى يحتلم
“ Pena diangkat dari tiga orang: Dari orang gila sampai dia
sadar, dari orang yang tidur hingga dia bangun dan dari anak kecil sampai dia
baligh ( Shahih, HR Ibnu Majah dan an-Nasa’i )
Tanda-tanda baligh ada empat, siapa yang telah terdapat satu
saja dari tanda-tanda tersebut maka dia telah baligh
1. Telah ihtilam
atau mimpi basah
2. Telah tumbuh
rambut di areal kemaluan
3. Telah mencapai
usia 15 tahun
4. Khusus
perempuan telah haidh
Sedangkan dalil yang menerangkan bahwa orang yang sakit dan
musafir tidak wajib puasa
adalah:
فَمَنْ كَانَ مِنْكُمْ
مَرِيضًا أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِنْ أَيَّامٍ أُخَرَ
Maka Barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam
perjalanan (lalu ia berbuka), Maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari
yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. ( Qs al-baqoroh 184 )
Akan tetapi apabila seseorang yang sakit atau safar berpuasa
maka puasanya sah
Keadaan orang yang sakit dan hukum puasanya
Secara umum sakit merupakan rukhsoh untuk tidak berpuasa
tetapi disana para ulama memberikan rincian seputar hal ini terkait dengan
keadaan orang yang sakit atau safar
Keadaan orang sakit terkait puasa tidak lepas dari tiga
1.Orang yang sakitnya ringan yang mana puasa itu tidak
memberikan pengaruh buruk terhadap dirinya demikian juga apabila dia berbuka
tidak menjadikan hal itu ringan bagi dia daripada puasa seperti sakit pilek,
atau pusing ringan maka yang semacam ini wajib puasa
2. Orang sakit yang apabila berpuasa akan menambah sakitnya
atau memperlama kesembuhannya dan terasa berat baginya berpuasa tetapi tidak
sampai membahayakannya maka dia
disunnahkan tidak berpuasa dan makruh berpuasa
3. Orang sakit yang berat berpuasa dan apabila dia berpuasa
akan membahayaknnya dan bahkan bisa membinasakannya maka dia haram berpuasa
sama sekali berdasarkan firman Allah:
وَلا تَقْتُلُوا أَنْفُسَكُمْ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ بِكُمْ رَحِيمًا
dan janganlah kamu membunuh dirimu Sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu ( Qs an-Nisa 29 )
Keadaan seorang musafir terkait dengan puasanya
Demikian hal nya safar adalah rukhsoh untuk tidak berpuasa,
adapun rinciannya sebagai berikut:
1. Seseorang yang merasa berat berpuasa dan apabila berpuasa
akan menghalangi dia dari melakukan perkara-perkara yang bermanfaat dan baik
maka yang lebih utama adalah tidak berpuasa
2. Seseorang tidak merasa berat berpuasa dan tidak pula bila
berpuasa akan menghalangi dia dari melakukan perkara-perkara yang bermanfaat
dan baik maka berpuasa lebih utama bagi dia
3. Seseorang yang sangat berat bila berpuasa yang tidak
mungkin atau sulit dia lakukan bahkan mungkn bisa membinasakan dirinya maka dia
haram berpuasa bahkan diwajibkan tidak berpuasa
Puasanya orang yang sudah tua renta dan orang yang sakit
yang tidak mungkin disembuhkan
Orang yang tidak mampu berpuasa karena usia lanjut atau yang
semisalnya maka dia diperbolehkan tidak berpuasa tetapi membayar fidyah dengan
memberi makan setiap hari satu orang miskin.
Berdasarkan Firman Allah:
وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ
فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ
dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika
mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi Makan seorang miskin (
Qs al-Baqoroh 184 )
Atho’ mendengar sahabat Ibnu Abbas membaca ayat diatas lalu
berkata: Tidak di mansukh ( dihapus hukumnya ) yaitu Seorang yang tua renta
yang tidak mampu berpuasa agar memberi makan setiap harinya seorang miskin.
Puasanya Perempuan hamil dan menyusui
Ibnu Abbas berkata: Apabila seorang wanita hamil khawatir
akan kandunganya atau seorang yang menyusui khawatir akan anak yang disusuinya
pada bulan ramadhan, Ibnu Abbas berkata: Keduanya boleh berbuka dan harus
memberikan makan setiap harinya seorang miskin dan keduanya tidak diwajibkan
mengqodho puasa.( Shahih, lihat al-Irwa’ karya Syaikh Nashiruddin al-Albany )
Adapun ukuran fidyah yang diberikan adalah makanan jadi yang
dapat mengenyangkan si miskin tersebut.
Rukun Puasa
Setiap Ibadah pasti ada rukun-rukunnya, haji, shalat dan
lainnya termasuk puasa. Rukun dalam puasa ramadhan ada dua
1. Niat: Niat
adalah rukun dari segala rukun ibadah dan yang dimaksud niat adalah keinginan
yang mendalam yang ada didalam hati.
Seseorang didalam berpuasa haruslah diniatkan untuk
mengharap ridho Allah dan pahala akherat bukan untuk dipuji atau disanjung
orang lain
Allah berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلا
لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا
الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَة
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah
dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan
supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah
agama yang lurus( Qs al-Bayyinah 5 )
Dalam Sebuah Hadits:
إنما الأعمال بالنيات
وإنما لكل امرء ما نوى
“ Sesungguhnya amalan itu tergantung niatnya, dan setiap
orang akan mendapatkan sesuai denagn apa yang diniatkan”
Niat tersebut harus di hadirkan dalam hati diwaktu malam
sampai sebelum fajar atau subuh berdasarkan sabda Nabi:
من لا يجمع الصيام قبل الفجرفلا صيام له
“ Siapa yang tidak berniat puasa sebelum fajar maka tidak
sah puasanya” ( HR Ibnu Majah, Abu Dawud dll )
Dan niat itu tempatnya di dalam hati sementara melafadhkan
niat adalah hal yang tidak disyari’atkan yang sepantsnya tidak dilakukan karena
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk nabi muhammad. Hal inikarena niat itu
maknanya keinginan yang kuat dalam hati atau al-Qoshd
Kemudian seseorang dikatakan telah berniat puasa manakala
dia makan sahur dalam keadaan itu bukan kebiasaannya makan di waktu tersebut, sehingga
perbuatannya makan sahur menunjukan dia berniat untuk puasa.
2. Menahan dari
perkara-perkara yang membatalan puasa semenjak terbit fajar sampai tenggelam
matahari ( Semenjak subuh sampai maghrib )
Allah berfirman:
الآنَ بَاشِرُوهُنَّ
وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَكُمْ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ
الْخَيْطُ الأبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الأسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ ثُمَّ أَتِمُّوا الصِّيَامَ
إِلَى اللَّيْلِ
Maka sekarang campurilah mereka dan ikutilah apa yang telah
ditetapkan Allah untukmu, dan Makan minumlah hingga terang bagimu benang putih
dari benang hitam, Yaitu fajar. kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam ( Qs al-Baqoroh 187 )
Ayat diatas dengan jelas menerangkan bahwa awal menahan atau
puasa adalah semenjak terbitnya fajar, yaitu fajar shodiq dan itu adalah waktu
shubuh. Dan dilakukan sampai malam yaitu
sampai tenggelamnya bulatan matahari sebagaimana disebutkan didalam banyak
keterangan. Sehingga dari sini nampaklah kekeliruan apa yang dinamakan waktu
“imsakiyah” pada masa ini dimana waktu itu adalah penanda dimulainya puasa dan
itu sekitar sepuluh menit sebelum adzan shubuh.
Diantara yang menyanggah adanya waktu “ imsakiyah “ tersebut
adalah hadits tentang bimbingan nabi muhammad terkait orang yang sahur untuk
tidak meletakan gelasnya manakala dia mendengar adzan shubuh sementara gelas
masih ditangannya melainkan hendaknya menyelesaikan dahulu
Diantara yang menyanggah adanya waktu “ imsakiyah “ adalah
sabda Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
“Sesungguhnya Bilal adzan di malam hari maka dan minumlah
sampai ibnu ummi maktum adzan” Bilal adzan sejenak sebelum adzannya ibnu ummi
maktum dan dalam keadaan ini rasul masih memperbolehkan untuk makan dan minum,
tetapi pada masa ini orang-orang mengatakan kasih jeda sekitar sepuluh menit
sebelum adzan shubuh.
Perkara-perkara yang membatalkan puasa
1. Makan dan Minum
dengan sengaja sehingga siapa yang lupa maka tidak membatalkan puasa.
من نسي وهو صائم فأكل
أو شرب فليتم صومه فإنما أطعمه الله و سقاه
“ Siapa yang lupa dalam puasanya sehingga dia makan dan
minum maka hendaknya dia sempurnakan
puasanya karena sesungguhnya Allahlah yang memberikan dia makan dan minum” ( HR
Bukhari dan Muslim )
2. Muntah dengan
sengaja, sehingga siapa yang dikalahkan oleh dorongan untuk muntah sehingga
muntah maka tidak batal puasanya
من ذرعه القيئ فليس عليه قضاء ومن استقاء عمدا فليقض
“ Siapa yang dikalahkan oleh rasa ingin muntah sehingga
muntah maka tidak ada qodho atasnya akan tetapi barang siapa yang berusaha
muntah hendaknya mengqodho” ( HR Tirmidzi, Abu Dawud dan Ibnu Majah )
3. Jima’ (
Hubungan biologis suami isteri ) di siang bulan Ramadhan
Siapa yang melakukan jima’ di siang hari bulan ramadhan maka
batal puasanya dan dia diwajibkan membayar kaffarah sebagaimana dalam hadits
Abu harairah yang diriwayatkan Imam Bukhari dan Imam Muslim
Yaitu:
1. Membebaskan
budak atau mengeluarkan uang seharga budak
2. Berpuasa dua
bulan berturut-turut
3. Memberikan
makan enam puluh orang miskin
Itulah kaffarah yang harus dibayarkan secara berurut,
artinya seseorang yang mampu membebaskan budak atau menyedekahkan uang senilai
dengan budak tidak boleh mengambil opsi kedua dan begitulah seterusnya. Adapun
apakah dua orang yang berjima’di siang hari bulan ramadhan wajib mengqodho maka
ini adalah masalah khilafiyah ( diperselisihkan ) dikalangan para ulama antara
yang mengharuskan dan yag tidak, hanya saja yang rajih atau kuat adalah
pendapat tentang tidak adanya kewajiban qodho sebagaimana pendapat Imam Ibn
Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah serta ulama masa kini Syaikh Muhammad
al-Utsaimin .
Jangan Biarkan Puasa anda sia-sia
Bisa jadi seseorang yang berpuasa sia-sia puasanya dimana
yang dia dapatkan hanyalah rasa lapar dan dahaga bukan pahala atau minimalnya
berkuranglah pahalanya. Hal ini dikarenakan hakekat puasa bukanlah sekedar
menahan lapar dan dahaga saja melainkan juga menahan dari hal-hal yang
diharamkan atau hal-hal yang sia-sia.
Nabi Bersabda:
رب صائم حظه من صيامه
الجوع و العطش
“ Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak
mendapatkan dari puasanya tersebut melainkan hanya rasa lapar dan dahaga “ ( HR
Ahmad )
Berikut ini adalah hal-hal yang sepatutnya dihindari oleh
setiap orang yang menjalankan puasa
1. Berkata Dusta
من لم يدع قول الزور
والعمل به فليس لله حاجة في أن يدع طعامه و شربه
“ Siapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta malah
mengamalkannya, maka Allah tidak butuh dari rasa lapar dan haus yang dia tahan
“ ( HR Bukhari )
Imam Suyuti berkata: Yang di larang di dalam hadits ini
adalah az ur yaitu dusta dan memfitnah ( buhtan ). Sedangkan maksud “
mengamalkannya “ adalah melakukan perbuatan keci dan setiap apa yang Allah
larang yang merupakan konsekuensi dari berkata dusta “ ( Syarh Sunan Ibnu Majah
)
2. Berkata
sia-sia dan berkata kotor
ليس الصيام من الأكل
و الشرب إنما الصيام من اللغو و الرفث، فإن سابك أحد أو جهل عليك فلتقل : إني صائم
إني صائم
“ Puasa bukanlah sekedar menahan makan dan minum saja. Akan
tetapi, puasa adalah menahan diri dari perkataan sia-sia dan kata-kata kotor.
Apabila ada seseorang yang mencelamu atau berbuat usil padamu, katakanlah
kepadanya “ Aku sedang berpuasa, aku sedang berpuasa “ ( HR Ibnu Khuzaimah )
3. Maksiat secara
umum
Perhatikanlah petuah Yang sangat bagus dari Imam Ibnu Rajab
Al Hanbali berikut, “ Ketahuilah bahwa amalan taqorrub ( mendekatkan diri )
pada Allah Ta’ala dengan meninggalkan Syahwat tidak akan sempurna hingga
seseorang mendekatkan diri kepada Allah dengan meninggalkan perkara yang Dia larang yaitu dusta, perbuatan dzolim,
permusuhan diantara manusia dalam masalah darah, harta dan kehormatan.”
Sejelek-jelek puasa adalah yang hanya menahan lapar dan
dahaga saja, sedangkan maksiat di bulan ramadhan pun masih terus jalan,
Sebagian salaf mengatakan, “ Tingkatan puasa yang paling rendah adalah hanya
meninggalkan minum dan makan saja.” ( Latho’if Al Ma’arif 277)
Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa
1. Makan Sahur
تسحروا فإن في السحور
بركة
“ Makan sahurlah karena pada makanan sahur itu ada
barokahnya” ( HR Bukhari dan Muslim )
Dan seseorang sudah dikatakan makan sahur sekalipun dengan
seteguk air sebagaimana dalam hadits yang diriwayatkan oleh ibnu hibban
تسحروا ولو بجرعة ماء
“ Sahurlah walaupun dengan seteguk air “ ( HR Ibnu Hibban )
Disunnahkan mengakhirkan sahur mendekati waktu subuh
sebagaimana disebutkan oleh hadits nabi, Tetapi hendaknya seseorang mengukur
kebiasaan dia makan, bila dia makannya lima belas menit maka usahakan dia makan
limab elas menit atau sepuluh menit sebelum subuh, dst.
Dan bila ketika sedang sahur lalu terdengar adzan sementara
dia masih memegang gelas ata piring yang menandakan makan dan minum nya belum
selesai maka hendaknya di selesaikan dan tidak terburu-buru meletakannya
Nabi Bersabda:
إذا سمع أحدكم النداء
و الإناء في يده فلا يضعه حتى يقضي حاجته منه
“ Apa bila salah seorang diantara kalian mendengar adzan
sementara gelas masih di tangannya maka hendaknya tidak dia letakan sampai dia
menyelesaikan hajatnya ( menghabiskannya ) ( HR Al Hakim )
2. Menahan diri
dari perkataan dan perbuatan yang sia-sia, yang kotor dan semacamnya dari apa
saja yang bertentangan denagn makna puasa
3. Rajin
melakukan kebaikan dan tadarus al-qur’an
4. Segera berbuka
bila telah jelas waktunya dan tidak menunda-nunda
Sebagaimana dalam sabda nabi: Orang-orang senantiasa dalam
kebaikan selama mereka mempersegera berbuka (HR Bukhari dan Muslim )
5. Berbuka dengan
kurma basah, kalau tidak ada maka dengan kurma kering dan kalau tidak maka
dengan air ataupun apa yang mudah baginya
6. Membaca doa
ketika berbuka hal ini karena orang yang sedang berbuka memiliki doa yang tidak
di tolak
Nabi Bersabda:
إن للصائم عند فطره
دعوة ما ترد
“ Sesungguhnya orang yang berpuasa ketika berbuka memiliki
doa yang tidak di tolak” ( HR Ibnu Majah )
Dan diantara doa yang datang dari Rasulullah adalah:
ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ
الْعُرُوقُ وَثَبَتَ الْأَجْرُ إِنْ شَاءَ اللَّهُ
“ Telah
hilang dahaga dan telah basah urat-urat leher serta tetap pahala Insya Allah
“ ( HR Abu Dawud )
7. Memberikan
ta’jil atau makanan buka puasa
من فطر صائما كان له
مثل أجره غير أنه لا ينقص من أجر الصائم شيئا
“ Siapa yang memberi makan ( buka ) orang yang berpuasa,
maka baginya pahala sebagaimana pahala orang yang berpuasa tanpa sedikitpun
mengurangi pahala orang yang berpuasa tersebut” ( HR Tirmidzi )
Hal-hal yang
diperbolehkan bagi orang yang berpuasa
1. Mandi agar dingin dan segar
2. Berkumur-kumur
dan Istinsyaq sekedarnya
3. Berbekam dan
donor darah, hanya saja kalau dikhawatirkan akan melemahkan badannya maka
makruh
4. Mencium dan
bermesraan dengan isterinya bagi yang mampu mengendalikan nafsunya
5. Memasuki waktu
subuh dalam keadaan junub
6. Membersihkan
mulut dengan siwak, memakai wangi-wangian, minyak rambut, celak mata, obat
tetes mata, dan suntikan
7. Mencicipi
masakan sepanjang tidak masuk ke kerongkongan
8. Menelan dahak
Menqodho Puasa
Yang di wajibkan menqodho puasa adalah orang yang
meninggalkan dengan sebab udzur syar’i
adapun yang tidak ada udzur syar’i maka tidak wajib dan tidak
disyari’atkan dan tidaklah qodhonya itu mencukupi dari perbuatannya meninggalkan
puasa, adapun yang harus dia lakukan adalah bertaubat kepada Allah.
Hal-hal seputar qodho puasa
1. Qodho puasa di
syari’atkan bagi yang tidak berpuasa karena alasan syar’i seperti sakit atau
safar
2. Mengqodho
puasa tidak harus segera dilakukan sepanjang belum masuk ramadhan berikutnya
3. Bagi yang
belum mengqodho sampai masuk ramadhan berikutnya karena udzur syar’i maka yang
harus dia lakukan adalah hanya megqodho di waktu setelahnya saja dan tidak ada
kaffarah, beda halnya yang menunda qodho bukan karena alasan syar’i
Demikian tulisan ringkas ini apa bila ada kebenaran semuanya
dari Allah dan apabila ada kesalahan adalah dari saya pribadi dan syaithon
Allahu Ta’ala A’lam,
Wa Shallallahu ‘ala nabiyyina muhammad wa aalihi wa sallam
Disusun oleh: Al Faqir Ilallah, Fadhel Ahmad Al Kendal
Rujukan:
1. Al-Wajiz fi
fiqhissunnah wal kitabil ‘aziz karya Syaikh Dr. Abdul Azim Badawi
2.
Asy-Syarhulmumti’ Karya Syaikh Muhammad Bin Shalih al-Utsaimin
3. Shahih Fiqih
sunnah Karya Syaikh Abu Malik Kamal
4. Tashilulilmam
Syarh Bulughulmaram Karya Syaikh Dr. Shalih al-Fauzan
5. Al-Mulakhosh
Al-Fiqhi Karya Syaikh Dr. Shalih Al Fauzan
6. Syarh
ad-Durorulbahiyyah Ustadz Dzulqarnain ( Mp3 )
7. Panduan
Ramadhan Ustadz Muhammad Tuasikal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar